"Ikuti saja ke mana hatimu ingin pergi dan ke mana kakimu bergerak, dan kamu akan terpana bagaimana takdir menyiapkan semuanya untukmu."
-hanya aku dan pikiranku
Bromo - Batok |
Semuanya diawali dari kehadiran sebuah tanggal merah di tengah-tengah angka-angka yang kehitaman di kalender. Empat hari berturut-turut. Dan dorongan kecil untuk bepergian, memberi makan pada mata yang haus pemandangan indah alam raya.
"Kak, Bromo yuk!" kalimat itu yang memulai perjalanan ini.
"Saat ide itu hadir, saat mimpi itu mampir dan memilih kepalamu sebagai inangnya, jangan tunda. Lakukan dan raih."
-hanya aku dan pikiranku
15 November
23.00 WIB; Sesampainya aku, mommy, dan daddy di Juanda International Airport, mobil sewaan kami telah menunggu untuk langsung membawa kami menuju Bromo. Pak Wanto nama supir yang telah berbaik hati untuk menemani kami mengelilingi tempat-tempat yang ingin kami kunjungi di sekitar Bromo dan Surabaya. Orangnya baik, lucu, dan senang tertawa. Paling tidak pada awalnya.
Bersama beliau, pertama kalinya aku mengalami yang namanya menaiki mobil yang tiba-tiba saja tidak bertenaga. Meluncur bukan karena di gas, namun karena masih ada dorongan dari laju sebelumnya. Mobil itu berhenti perlahan. Di pinggir jalan baru saja keluar tol. Ya, fenomena bensin habis. HABIS yang sebenarnya. NOL. Untung saja kami berhenti persis di seberang pom bensin. Terima kasih ya Allah. Langsung Pak Wanto menyeberang dan kembali dengan dua botol aqua 1,5liter berisi bensin. Setelahnya, mobil tersebut langsung diisi full demi tidak menemui hal macam itu lagi dalam perjalanan ke depannya.
Dan jauh-jauh aku kemari, pada akhirnya aku kembali menemui Polsek Beji. Aku lupa resornya apa, yang pasti jangan bayangkan tiba-tiba aku telah melintasi pintu ke mana saja dan kembali ke Depok dalam hitungan detik. Di daerah Surabaya dan sekitarnya sana memang ada daerah yang disebut Beji.
16 November
02.00 WIB; Mobil kami terparkir rapi di daerah yang aku lupa sebutannya. Yang pasti di wilayah Desa Ngadisari. Cukup dekat dengan Desa Ngadirejo yang dulunya menjadi tempatku singgah satu malam pada kunjungan pertamaku ke Bromo bersama SMAN 68 '011. Saat itu, aku sama sekali tidak mengerti posisiku terhadap Bromo itu seperti apa. Yang aku yakin, Bromo yang kali ini aku jalani berbeda dengan yang dulu aku jalani.
Dan masih. Perjalanan ini
diwarnai dengan mood yang swinging secara parahnya. Dengan diri yang jadinya
ingin untuk memberontak. Fuh lebih lama lagi dengan lebih banyak lagi
pertentangan rasanya aku bisa gila. Semoga saja tidak. *maaf untuk ini kalian tidak perlu mengerti maksudnya dan aku tidak ingin berusaha untuk memperjelas. biar dia sekedar menjadi bagian dari perjalanan.
03.26 WIB; Menunggu sunrise di
Metigen. Semuanya gak ada yang tau apa-apa gitu di sini turis indonya. Pada iya
iya aja ngikutin katanya orang sini. Dan kami berkumpul membentuk kumpulan
besar orang yang bingung. Dengan bodoh lupa bawa senter. Fuh.
satu-satunya yang terang.. |
Semburat merah mulai muncul dan aku kalap. Mencoba untuk bisa mengabadikannya dengan baik tanpa bantuan tripod. Alhamdulillah, tanganku tremornya gak parah. Beberapa hasilnya lumayan membuatku berdecak kagum dengan diriku sendiri.
Pemandangan paling indah sebetulnya bisa didapat kalau kita berada di Pananjakan. Sayang pada saat itu Pananjakan sedang ditutup karena sedang perbaikan jalan. Padahal kalau dari sana kita bisa melihat pemandangan langsung tiga gunung keren dengan padang pasirnya. Gunung Bromo, Gunung Batok, dan Gunung Semeru. Kalau kalian suka ngeliat foto-foto Bromo yang ada dua gunung lain di sekitarnya, nah itu diambil dari daerah Pananjakan.
05.48 WIB; Kawah bromo. Tanpa kuda
dari ujung pura. Tuhan, rasanya ingin mematahkan kaki saja. Di service paling
tidak. Dilepas dulu kemudian disemprotin WD supaya engselnya enak lagi. Ini benar-benar melelahkan. Ya Allah, sepertinya aku memang butuh latihan fisik rutin lagi. Culun banget baru segini dan rasanya seperti mau mati.
Hem, laporan sedikit. Tangga yang terlihat di sana kalau benar-benar dihitung sudah tidak lagi benar-benar 250 seperti kata banyak artikel. Hanya sekitar 230-an. Tapi kalau kalian benar-benar memperhatikan, di bagian awal dari tangga yang akan kalian naiki ada bagian dimana railing tangganya ada tanpa dibarengi dengan tangga yang terlihat yang bisa diinjak. Nah bagian itulah yang sudah mulai tertutup pasir dan membuat hitungannya menjadi tidak sesuai.
06.00 WIB; Selesai menikmati kawah
dan semua orang terbatuk. Kalo kata daddy ini namanya batuk unta. Agak kurang
ngerti juga sih itu apa. Tapi ada orang lain juga yang bilang hal serupa, jadi
aku cukup percaya. Dan aku sesak. Mungkin karena belerangnya. Aku gak pake
masker ketika di atas sana. Ngaruh gak ya? Tidak terlalu mengerti juga sih.
Sebelum benar-benar kembali, kami menyempatkan diri untuk melihat apa yang disebut-sebut dengan pasir berbisik itu. Setelah melihatnya langsung? Sejujurnya aku sendiri agak kecewa dan jadi merasa tidak rela harus menambah bayaran ojek yang aku gunakan hanya untuk padang pasir yang bahkan di sekitaran pura pun hampir sama. Bagiku sih. Meskipun sejujurnya pada akhirnya daddy yang bayar, namun jujur aku agaknya kecewa karena ikut penasaran terhadap pasir berbisik ini. Dan aku sendiri pun belum pernah menonton filmnya.
dari Kawah Bromo |
perlahan menuruni tangga |
lupa - Mommy - Pak Sugeng - Pak Karino - me! |
Ohiya! Sebelum lupa. Aku merasa perlu untuk mengabadikan juga setiap orang yang membantu kami selama dalam perjalanan kami ini. Kali ini adalah mereka yang menjadi ojek kami. Pak Sugeng, Pak Karino, dan yang satunya lagi lupa siapa namanya. Tepatnya lupa nanya namanya sih, namun ya terima kasih untuk kalian.
Dan akhirnya, perjalanan perlu untuk diakhiri. Dengan kombinasi keadaan waktu yang terbatas serta banyaknya tempat yang ingin dikunjungi, perlu untuk kembali. Berpindah menuju tempat yang lainnya. Terkagum-kagum, namun tidak stuck. Manusia yang terus bergerak, manusia yang terus mencari yang lebih, manusia yang selalu terburu-buru. Terkadang ada detik di saat berhenti itu perlu, untuk sekedar diam dan memperhatikan apa yang benar-benar ada di hadapan. Terdiam sejenak untuk sekedar mengucap syukur atas kenikmatan untuk bisa meresapi hidup itu sendiri.
"Dan kemanapun kita pergi, rumah itu akan selalu menjadi tempat untuk berpulang."
-hanya aku dan pikiranku
*hanya awal dari perjalanan panjang yang akan dikisahkan.
No comments:
Post a Comment