August 13, 2020

people listen

Saya pada dasarnya bukanlah orang yang cukup percaya diri. Saya lebih suka diam dan memerhatikan, bahkan ketika ada yang ingin saya sampaikan. Hal ini sangat perlu saya perbaiki sih, saya sadari itu. Ide yang terpendam tidak akan pernah menjadi nyata. Pikiran yang hebat tidak akan jadi aksi yang juga hebat kalau tidak pernah ada yang tahu dan ejawantahkan.

Salah satu yang hampir selalu menahan saya dari berbicara adalah pikiran, "Ah, untuk apa? Siapa saya? Paling juga tidak akan ada yang mendengar apa yang saya sampaikan."

Pikiran yang tidak sepatutnya saya pikirkan sejujurnya. Karena pikiran tersebut hanya membatasi saya, mengecilkan diri saya sendiri, dan sangat tidak menghargai diri saya sendiri. Pelan-pelan, saya belajar untuk melawan hal tersebut. Saya belajar untuk nyaman dengan diri saya sendiri, untuk percaya dengan diri saya sendiri, untuk berhenti mengecilkan dan meragukan diri sendiri secara berlebihan. Being careful and thorough and conscientious is ok, but not overthinking.

pada sebuah acara..

Saya sempat bekerja di sebuah kantor konsultan. Secara umum, perusahaan ini tidak besar seperti perusahaan konsultan lainnya yang sudah berskala internasional dan butuh banyak lantai di suatu gedung yang besar untuk bisa memberikan tempat bagi semua pekerjanya. Namun, saya merasa sangat nyaman dengan orang-orang di dalamnya. Saya merasa bisa banyak belajar dan bersyukurnya juga cukup dipercaya untuk mengambil beberapa peran. Meskipun begitu, rasa takut untuk berbicara dan menyuarakan pendapat itu tetap ada. Saya tetap deg-degan sampai bisa keringat dingin kalau harus bicara, otak saya gak bisa berhenti berpikir saya berbuat atau mengucap salah atau menyakiti hati orang bahkan hingga beberapa hari setelah saya akhirnya bicara.

Untungnya, support systemnya luar biasa. Partner saya sangat supportif, bos-bos saya pun, dan semua bekerja dengan nilai. Kalau kamu benar, ya benar. Kalau salah, ya diingatkan. Dan setiap orang memiliki hak yang sama untuk berpendapat dengan cara yang baik kepada siapapun, bahkan ke Pak Direktur. Yang penting jujur dan objektif (seoptimal kapasitas kita).

Nah, ketika itu saya pertama kali ikut rapat mingguan yang dihadiri manajemen (para pengambil keputusan) dan kepala bidang kerja. Saya mewakili bidang saya yang kebetulan memang baru dibentuk lagi setelah saya bergabung. Dan karena saya seperti merintis bidang kerja, sejujurnya saya lumayan bingung apa yang harus saya sampaikan. Akhirnya ya saya sampaikan saja sejujurnya. Evaluasinya seperti apa. Pendapatnya seperti apa. Bodo amat ada yang dengar atau tidak.

Dan presentasi saya tutup dengan kalimat berikut yang saya dapatkan dari senior saya semasa kuliah yang hingga kini menjadi salah satu pegangan saya.

What comes from heart, reach the heart..

I thought no one listened.
Until months after that, I heard one of the management said this. He was talking to one of his colleague.

"The way you talked, it reminds me of.. I think Ghaniyya told us this. What comes from heart, reach the heart. I can feel that you talked from your heart. It reached mine."


I thought no one paid attention.

No comments:

Post a Comment