“Biasa saja.”
Coba kalian bayangkan. Lagi kesel, lagi bete,
lagi gak karuan mood-nya. Curhat ke pasangan dengan niatan cuma ingin cerita
aja gitu mengeluarkan uneg-uneg. Eh, malah dikomentarin kayak begitu. Kayak
lagi dimarahin. Berasa jadi anak paling bandel sedunia.
Bagaimana saya tidak tambah kesal?
Tetapi, bukan pasangan saya kalau tidak bicara
begitu setiap kali saya mulai emosi. Meskipun seringnya saya tambah emosi.
Bukan ini sih intinya. Saya bukan mau
menceritakan kalau pasangan saya ngeselin banget sedunia tapi juga ngangenin
banget gak kuat. Bukan itu kok. (ngeselin ya?)
Saya hanya ingin cerita. Kok ada ya orang
sesabar beliau?
Saya marah-marah, dianya santai saja. Saya
lagi ngambek, dia pun santai. Saya merajuk, malah diketawain balik (ini
ngeselin sih, tapi mungkin kalau dia malah ikutan marah yang ada saya tambah
marah).
Tunggu, ini apa sih poinnya?
It actually got to me.
Those “biasa saja” words, it got through. Even
though I still have a super long way to become that “biasa saja” person, but I
think I can feel that I’m walking towards it. I guess I’m making progress.
Saya pribadi masih harus banyak belajar dalam
menerima kritik, mendengarkan masukan dari orang lain, untuk menjadi orang yang
lebih rendah hati lagi untuk mau terus belajar dari siapapun. Bukan hal yang
mudah bagi saya untuk menerima komentar. Apalagi ketika komentar tersebut tidak
sesuai dengan apa yang saya inginkan atau saya senangi. Namun, ya kita kan
tidak mungkin hidup selalu hanya mau-maunya kita. Semaunya sendiri, tidak
mungkin.
Semoga kita semua adalah orang-orang yang
selalu bersedia untuk belajar dan terus belajar menjadi orang yang lebih baik
dan lebih baik lagi. Karena kalau saya boleh mengutip ucapan Bapak Presiden RI
ke-7, Pak Joko Widodo, dalam pidato kenegaraan beliau 16 Agustus 2019 yang
lalu,
“Tidak cukup untuk menjadi lebih baik dari kita yang
kemarin. Kita harus lebih baik dari yang lain.”
No comments:
Post a Comment